TEKNIK-TEKNIK HUBUNGAN KONSELING PERORANGAN
A.
Menerima klien
Kesediaan klien
dalam proses konseling akan tergantung pada seberapa baik konselor dapat
menerima klien sebagaimana adanya secara positif. Konselor dapat menerima klien
secara positif, dengan sikap ramah tamah, hangat dan penuh perhatian akan
memberikan dampak positif kepada klien. Klien akan merasa bahwa dia benar-benar
diterima, direhatikan dan merasa bahwa konselor benar-benar siap membantunya.
Penggunaan teknik menerima klien secara tepat akan memepengaruhi hubungan
konseling selanjutnya. Klien yang
diterima sebagimana adanya akan
mau menjalankan proses dan hasil konseling secara sukarela dan sungguh-sungguh.
Hal ini tentu akan membantu mempercepat tercapainya tujuan konseling yang
diharapkan.
M. surya (dalam
Yeni Karneli,2000: 46) penerimaan terhadap klien berkaitan dengan pemahaman dan
sangat mempengaruhi hubungan antar manusia yaitu hubungan antara konselor
dengan klien. Menerima klien berkaitan dengan rasa hormat terhadap individu
sebagai pribadi yang memiliki harga diri.
Sejalan dengan
itu Taylor (dalam Yeni Karneli, 2000:46) mengidentifikasi ada dua komponen
penerimaan, yaitu:
1. Kemampuan meneria kebenaran bahwa
individu berbeda satu sama lain,
demikian cara-cara dan perilaku yang ditampilkan.
2. Perwujudan diri yang berlangsung dalam
pengalaman, bahwa setiap orang memiliki pola yang kompleks dalam berbuat,
berfikir dan merasa.
Penerimaan
menggambarkan menerima individu sebagaimana adanya, dengan menghormati individu
sebagai manusia yang memiliki martabat, akan membantu memperlancar hubungan
konseling. Contoh; mengucapkan salam, berjabat tangan, mempersilahkan klien
duduk, menyebut nama klien (kalau sudajh kenal, atau menanyakan nama klien
(jika belum kenal), memperkenalkan nama konselor, membicarakan hal-hal yang
menarik, yang sempat ditangkap dan pertemuan yang singkat itu dan sebagainya.
Cara konselor
seperti ini akan menggambarkan penerimaan yang positif dari konselor, dan akan
menimbulkan rasa diterima secara penuh pada diri klien.
B.
Jarak duduk dan cara duduk
Jarak duduk
antara konselor dank lien, akan mempengaruhi situasi dan suasana dan konseling.
Jarak duduk yang terlalu jauh akan memberikan kesan kurang akrab. Sedangkan
jarak duduk yang terlalu dekat akan menjadikan klienmaupun konselor terasa
tergangu yang akhirnya dapat menjadi salah tingkah.
Posisi duduk
antara konselor dan klien haruslah berhadapan secara sejajar. Dalam
penyelenggaraan konseling, jarak duduk yang sebaiknya adalah 80-100 cm, dengan
tidak memakai pembatas atau meja. Tujuan jarak duduk yang demikian adalah agar
konselor dapat dengan mudah menangkap isyarat yang ditampilkan klien, baik
gerakan-gerakan atau isyarat non verbal, sehingga konselor dapat memberikan
respon secara tepat, mulai dari awal konseling sampai berakhirnya konseling.
Jarak duduk
seperti yang sudah diuraikan terdahulu kadang kala kurang menguntungkan,
misalnya bila klien seorang wanita yang memakai pakaian yang merusak pandangan
mata konselor. Jadi dapat disimpulkan bahwa jrak duduk tergantung pada situasi
dan kondisi tertentu dan untuk situasi tertentu jarak duduk dapat
dipertimbangkan. Terutama bila kondisi tersebut menggangu proses konseling.
Konselor yang
duduk seenaknya akan memberikan kesan
santai, dan ini akan ditangkap oleh klien bahwa knselor kurang
bersungguh-sungguh dan kurang menerima klien. Sikap duduk yang terlalu tegap
juga akan memberikan kesan tertentu kepada klien, klien akan merasa dirinya
sedang berhadapan dengan orang yang mengadili atau mengintropasinya.
Posisi duduk
yang diharapkan adalah bberhadapan dengan klien. Bila konselor duduk disebuah
kursi yang mempunyai sandaran, maka konselor jangan duduk bersandar, rileks,
ataupun menhadapi klien dengan posisi yang sedikit miring.
W.S Winkel
(dalam yani Karneli 2000: 56) menjelaskan sikap duduk yang diharapkan dalam
wawancara konseling, yaitu:
1. duduk sedikit membungkuk kedepan
2. duduk tidak bersandar
3. tangan di atas paha
4. kedua kaki harus kebawah.
Sikap duduk yang
demikian memberikan kesan bahwa konselor memiliki perhatian yang besar terhdap
klien dan benar-benar siap memberikan bantuan.
Munro (1983: 42) konselor sebaiknya
duduk berhadapan dengan klien dalam suasana bebas, santai dengan jarak cukup
memadai untuk memugknkan klien dapat merasa senang. Tangan konselor
hendaklah tetap diam dan wajah hendaklah
menunjukan suasana bersahabat. Duduk dengan membungkuk, mempermainkan sesuatu,
mengerutkan dahi, atau terlalu banyak gerkan yang tidak perlu dapat membuat
klien membingungkan.
C.
Kontak Mata
Kontak
mata adalah pusat pandangan konselor yang tertuju pada sasaran yang tepat pada
klien. Sasaran yang tepat adalah apabila pandangan konselor ditujukan pada
sesuatu secara wajar, sehingga menimbulkan kesan bahwa konselor menaruh
perhatian penuh pada klien.
Winkel
1991 (dalam Yeni karneli 2000: 57) menjelaskan bahwa kontak mata harus dapat
menghindarkan kesan bahwa konselor memaksa, mengejar dan mempermalukan klien.
Kontak mata yang memandang daerah pas photo klien secara wajar akan memberikan
kesan bahwa konselor benar-benar memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengutarakan masalahnya dan klien merasa ia di terima apa adanya.
Munro
(1983: 42) kontak mata yang baik adalah dengan cara melihat pada klien ketika
dia sedang berbicara dan menggunakan pandangan mata yang menunjukan perhatian
dan penerimaan konselor terhadap klien.
Sumber:
Munro,
dkk. 1983. Penyuluhan (counseling).
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Prayitno.
2012. Dasar dan Dinamika Hubungan
konseling. Padang: UNP.
Yeni,
karneli. 1999. Teknik dan Laboratorium
Konseling 1.Padang: UNP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar